Dalam perjalanan
sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami
perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan
direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis
dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek
dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat
rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan
perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang
berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada
penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
1. Kurikulum 1968 dan sebelumnya
Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat
itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum
pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda
dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya.
Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan
kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam
semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development
conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia
yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Setelah Rentjana Pelajaran 1947,
pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952
ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah
mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan
sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964,
pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini
diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum
1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan,
dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari
Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari
Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi
pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum
1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia
Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
2. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum
1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut:
- Berorientasi pada tujuan
- Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
- Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
- Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
- Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
- Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
3. Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975
ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut.
- Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah
- Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik
- Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah
- Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
- Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
- Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang
tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu
pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak
sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984
tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
- Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
- Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
- Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
- Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
- Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
4. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum
1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi
pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran.
Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses
belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang
salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang
bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa,
sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan
mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai
penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem
pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi
tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari
pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut.
- Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
- Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
- Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
- Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
- Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
- Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
- Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
- Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut.
- Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
- Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat
berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat
kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya
penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan
tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan
kurikulum, yaitu
- Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
- Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
- Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
- Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
- Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
- Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
5. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi Tahun 2002 dan 2004
Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa
dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan
kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata pelajaran
matematika mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang
persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika
perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan
lingkungan.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu
pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan
pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang
kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagai sebagai respon terhadap
perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi
desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun
1999 tentang Otonomi Daerah.
Kurikukum yang dikembangkan saat ini
diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis
kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan
(kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance
yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared
toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg
dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada
upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah
ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis
kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Sejalan dengan visi pendidikan yang
mengarahkan pada dua pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan
kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi
dalam bentuk paket-paket kompetensi.
Kompetensi merupakan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus
menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu
(Puskur, 2002a). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam
kurikulum adalah sebagai berikut.
- Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
- Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
- Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
- Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
(Puskur,
2002a).
Kurikulum Berbasis Kompetensi
merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar
yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan
pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang
diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman
belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai
dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a).
Rumusan kompetensi dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat
diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan
sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap
dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
Suatu program pendidikan berbasis
kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
- pemilihan kompetensi yang sesuai;
- spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi;
- pengembangan sistem pembelajaran.
- Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
- Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
- Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
- Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. (Puskur, 2002a).
Struktur kompetensi
dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran memuat rincian
kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan
dimiliki siswa. Mari kita lihat contohnya dalam mata pelajaran matematika, Kompetensi
dasar matematika merupakan
pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah
siswa menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran matematika.
(Puskur, 2002b). Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika merupakan gambaran
kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui, dan dilakukan siswa sebagai
hasil pembelajaran mata pelajaran matematika. Kompetensi dasar tersebut dirumuskan
untuk mencapai keterampilan (kecakapan) matematika yang mencakup kemampuan
penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika.
Struktur kompetensi dasar Kurikulum
Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen aspek, kelas
dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun
dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk
setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar
adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan
mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar
mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan
kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat
indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab
pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar
yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai
apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator
bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan
untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan
untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator
menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini
dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja
atau melakukan tugas lainnya.
6. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Pendidikan nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta
efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan
dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan
untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati,
olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi
tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk
menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi
sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan
dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan
pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan
antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun
dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar
isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan
tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk
mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan,
yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan
pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca:
penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada
mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi,
esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan
tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject
matter), yaitu:
- Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
- Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
- Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
- Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan
dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa
sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu
pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi – misi,
struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga
pengembangan silabusnya.
Mulyasa, Enco.
2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosda.